Jumat, 09 Maret 2012

Lirik Syi'ir Sindiran

Ngawiti Ingsun Nglaras Sindiran
Kelawan poro wong nang nduwuran
Kang Ndalanake Dana anggaran
Ojo sembrono tanpo itungan.....2x

Duh poro konco priyo wanito
Ojo mung njabat sare'at bloko
Gur pinter janji ra iso mbkutekno
Tembe mburine rakyat seng soro....2x

Akeh kang pinter sekabehane
Seneng ngakali marang kuline
Elek'e dewe nggak di keto'ke
Padahal iku akal buluse.....2x

Gampang mbuji'i janjine goroh
Kangge menangke tuku suworo
Sarto wes lungguh neng kursi rojo
Janji janjine njur ora nyoto...2x

Ayo sedulur jo nglalekake
Karo seng ndisik milih suwarane
Ojo nggedekke wetenge dewe
Sing dukung kowe sek panggah kere....2x

Dadi pejabat ora bakal suwe
kadung wes rakyat gak ngarepake
Yen wes janjine ra di buktekne
bakal di demo di gulingake...2x

Koran lan tv podo ngabarke
pejabat maling akeh contone
Soko seng nduwur sak ngisorane
kruy'an nyunat jatah rakyate...2x

Koyo wes podo nunggu giliran
sopo sing nyolong bakal konangan
Yen dipercoyo dadi pimpinan
Kudu kang jujur lan kuat iman...2x

Kuwasane donyo ora hakiki
Ayo di jogo lan disyukuri
Yen panyuwune wes di turuti
Nang wong ngisore jo nganti lali...2x

Urep kang ayem rumongso aman
dudu mergo ono neng nduwuran
Sabar nerimo senajan pas-pasan
nyukuri takdir soko pengeran...2x

Ayo poro konco dulur lan tonggo
Kang durung bener podo ilingo
ojo di gunggung lan di jlompro'no
Siji kang olo kabeh kang soro...2x

Sindiran iki ojo dadi ati
digawe bingung lan ojo wedi
mung ngelengake kang duwe janji
mugo-mugo slamet jo nganti lali...2x

Minggu, 04 Maret 2012

Tugas dan Biografi Madzhab Imam Empat

Tugas dan Biografi Madzhab Imam Empat. Mau download Tugas dan Biografi madzhab Imam Empat : Imam Abu Hanifah, Imam Maliky, Imam Syafi'i dan Imam Hanbali ? Silahkan Klik disini ; Download

Imam Syafi'i


IMAM SYAFI’I

Pemilik Manhaj Fiqih Yang Memadukan Antara Dua Madzhab Pendahulunya
Nama Dan Nasabnya
Beliau adalah Muhammad bin Idris bin al-‘Abbas bin Utsman bin Syafi’ bin as-Saib bin ‘Ubaid bin ‘Abdu Yazid bin Hasyim bin Murrah bin al-Muththalib bin ‘Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’b bin Lu`ay bin Ghalib Abu ‘Abdillah al-Qurasyi asy-Syafi’i al-Makki, keluarga dekat Rasulullah SAW dan putera pamannya.
Al-Muththalib adalah saudara Hasyim yang merupakan ayah dari ‘Abdul Muththalib, kakek Rasulullah SAW. Jadi, Imam asy-Syafi’i berkumpul (bertemu nasabnya) dengan Rasulullah pada ‘Abdi Manaf bin Qushay, kakek Rasulullah yang ketiga.
Sebutan “asy-Syafi’i” dinisbatkan kepada kakeknya yang bernama Syafi’ bin as-Saib, seorang shahabat junior yang sempat bertemu dengan Raasulullah SAW ketika masih muda.
Sedangkan as-Saib adalah seorang yang mirip dengan Rasulullah SAW sebagaimana diriwayatkan bahwa ketika suatu hari Nabi SAW berada di sebuah tempat yang bernama Fushthath, datanglah as-Saib bin ‘’Ubaid beserta puteranya, yaitu Syafi’ bin as-Saib, maka Rasulullah SAW memandangnya dan berkata, “Adalah suatu kebahagiaan bila seseorang mirip dengan ayahnya.”
Sementara ibunya berasal dari suku Azd, Yaman.
Gelarnya
Ia digelari sebagai Naashir al-Hadits (pembela hadits) atau Nasshir as-Sunnah, gelar ini diberikan karena pembelaannya terhadap hadits Rasulullah SAW dan komitmennya untuk mengikuti as- Sunnah.
Kelahiran Dan Pertumbuhannya
Para sejarawan sepakat, ia lahir pada tahun 150 H, yang merupakan -menurut pendapat yang kuat- tahun wafatnya Imam Abu Hanifah RAH tetapi mengenai tanggalnya, para ulama tidak ada yang memastikannya.
Tempat Kelahirannya
Ada banyak riwayat tentang tempat kelahiran Imam asy-Syafi’i. Yang paling populer adalah bahwa beliau dilahirkan di kota Ghazzah (Ghaza). Pendapat lain mengatakan, di kota ‘Asqalan bahkan ada yang mengatakan di Yaman.
Imam al-Baihaqi mengkonfirmasikan semua riwayat-riwayat tersebut dengan mengatakan bahwa yang shahih beliau dilahirkan di Ghaza bukan di Yaman. Sedangkan penyebutan ‘Yaman’ barangkali maksudnya adalah tempat yang dihuni oleh sebagian keturunan Yaman di kota Ghaza. Beliau kemudian lebih mendetail lagi dengan mengatakan, “Seluruh riwayat menunjukkan bahwa Imam asy-Syafi’i dilahirkan di kota Ghaza, lalu dibawa ke ‘Asqalan, lalu dibawa ke Mekkah.”
Ibn Hajar mengkonfirmasikan secara lebih spesifik lagi dengan mengatakan tidak ada pertentangan antar riwayat-riwayat tersebut (yang mengatakan Ghaza atau ‘Asqalan), karena ketika asy-Syafi’i mengatakan ia lahir di ‘Asqalan, maka maksudnya adalah kotanya sedangkan Ghaza adalah kampungnya. Ketika memasuki usia 2 tahun, ibunya membawanya ke negeri Hijaz dan berbaur dengan penduduk negeri itu yang terdiri dari orang-orang Yaman, karena ibunya berasal dari suku Azd. Ketika berumur 10 tahun, ia dibawa ibunya ke Mekkah karena ibunya khawatir nasabnya yang mulia itu lenyap dan terlupakan.
Pertumbuhan Dan Kegiatannya Dalam Mencari Ilmu
Imam asy-Syafi’i tumbuh di kota Ghaza sebagai seorang yatim, di samping itu juga hidup dalam kesulitan dan kefakiran serta terasing dari keluarga. Kondisi ini tidak menyurutkan tekadnya untuk hidup lebih baik. Rupanya atas taufiq Allah, ibunya membawanyanya ke tanah Hijaz, Mekkah. Maka dari situ, mulailah imam asy-Syafi’i kecil menghafal al-Qur’an dan berhasil menamatkannya dalam usia 7 tahun.
Menurut pengakuan asy-Syafi’i, bahwa ketika masa belajar dan mencari guru untuknya, ibunya tidak mampu membayar gaji gurunya, namun gurunya rela dan senang karena dia bisa menggantikannya pula. Lalu ia banyak menghadiri pengajian dan bertemu dengan para ulama untuk mempelajari beberapa masalah agama. Ia menulis semua apa yang didengarnya ke tulang-tulang yang bila sudah penuh dan banyak, maka ia masukkan ke dalam karung.
Ia juga bercerita bahwa ketika tiba di Mekkah dan saat itu masih berusia sekitar 10 tahun, salah seorang sanak saudaranya menasehati agar ia bersungguh-sungguh untuk hal yang bermanfa’at baginya. Lalu ia pun merasakan lezatnya menuntut ilmu dan karena kondisi ekonominya yang memprihatinkan, untuk menuntut ilmu ia harus pergi ke perpustakaan dan menggunakan bagian luar dari kulit yang dijumpainya untuk mencatat.
Hasilnya, dalam usia 7 tahun ia sudah hafal al-Qur’an 30 juz, pada usia 10 tahun (menurut riwayat lain, 13 tahun) ia hafal kitab al-Muwaththa` karya Imam Malik dan pada usia 15 tahun (menurut riwayat lain, 18 tahun) ia sudah dipercayakan untuk berfatwa oleh gurunya Muslim bin Khalid az-Zanji.
Semula beliau begitu gandrung dengan sya’ir dan bahasa di mana ia hafal sya’ir-sya’ir suku Hudzail. Bahkan, ia sempat berinteraksi dengan mereka selama 10 atau 20 tahun. Ia belajar ilmu bahasa dan balaghah. Dalam ilmu hadits, ia belajar dengan imam Malik dengan membaca langsung kitab al-Muwaththa` dari hafalannya sehingga membuat sang imam terkagum-kagum.
Di samping itu, ia juga belajar berbagai disiplin ilmu sehingga gurunya banyak.
Pengembaraannya Dalam Menuntut Ilmu
Imam asy-Syafi’i amat senang dengan syair dan ilmu bahasa, terlebih lagi ketika ia mengambilnya dari suku Hudzail yang dikenal sebagai suku Arab paling fasih. Banyak bait-bait syair yang dihafalnya dari orang-orang Hudzail selama interaksinya bersama mereka. Di samping syair, beliau juga menggemari sejarah dan peperangan bangsa Arab serta sastra.
Kapasitas keilmuannya dalam bahasa ‘Arab tidak dapat diragukan lagi, bahkan seorang imam bahasa ‘Arab, al-Ashmu’i mengakui kapasitasnya dan mentashhih sya’ir-sya’ir Hudzail kepadanya.
Di samping itu, imam asy-Syafi’i juga seorang yang bacaan al-Qur’annya amat merdu sehingga membuat orang yang mendengarnya menangis bahkan pingsan. Hal ini diceritakan oleh Ibn Nashr yang berkata, “Bila kami ingin menangis, masing-masing kami berkata kepada yang lainnya, ‘bangkitlah menuju pemuda al-Muththaliby yang sedang membaca al-Qur’an,” dan bila kami sudah mendatanginya sedang shalat di al-Haram seraya memulai bacaan al-Qur’an, orang-orang merintih dan menangis tersedu-sedu saking merdu suaranya. Bila melihat kondisi orang-orang seperti itu, ia berhenti membacanya.
Di Mekkah, setelah dinasehati agar memperdalam fiqih, ia berguru kepada Muslim bin Khalid az-Zanji, seorang mufti Mekkah. Setelah itu, ia dibawa ibunya ke Madinah untuk menimba ilmu dari Imam Malik. Di sana, beliau berguru dengan Imam Malik selama 16 tahun hingga sang guru ini wafat (tahun 179 H). Pada saat yang sama, ia belajar pada Ibrahim bin Sa’d al-Anshary, Muhammad bin Sa’id bin Fudaik dan ulama-ulama selain mereka.
Sepeninggal Imam Malik, asy-Syafi’i merantau ke wilayah Najran sebagai Wali (penguasa) di sana. Namun betapa pun keadilan yang ditampakkannya, ada saja sebagian orang yang iri dan menjelek-jelekkannya serta mengadukannya kepada khalifah Harun ar-Rasyid. Lalu ia pun dipanggil ke Dar al-Khilafah pada tahun 184 H. Akan tetapi beliau berhasil membela dirinya di hadapan khalifah dengan hujjah yang amat meyakinkan sehingga tampaklah bagi khalifah bahwa tuduhan yang diarahkan kepadanya tidak beralasan dan ia tidak bersalah, lalu khalifah menjatuhkan vonis ‘bebas’ atasnya.
Beliau kemudian merantau ke Baghdad dan di sana bertemu dengan Muhammad bin al-Hasan asy-Syaibany, murid Imam Abu Hanifah. Beliau membaca kitab-kitabnya dan mengenal ilmu Ahli Ra`yi (kaum Rasional), kemudian kembali lagi ke Mekkah dan tinggal di sana selama kurang lebih 9 tahun untuk menyebarkan madzhabnya melalui halaqah-halaqah ilmu yang disesaki para penuntut ilmu di Haram, Mekkah, demikian juga melalui pertemuannya dengan para ulama saat berlangsung musim haji. Pada masa ini, Imam Ahmad belajar dengannya.
Kemudian beliau kembali lagi ke Baghdad tahun 195 H. Kebetulan di sana sudah ada majlisnya yang dihadiri oleh para ulama dan disesaki para penuntut ilmu yang datang dari berbagai penjuru. Beliau tinggal di sana selama 2 tahun yang dipergunakannya untuk mengarang kitab ar-Risalah. Dalam buku ini, beliau memaparkan madzhab lamanya (Qaul Qadim). Dalam masa ini, ada empat orang sahabat seniornya yang ‘nyantri’ dengannya, yaitu Ahmad bin Hanbal, Abu Tsaur, az-Za’farany dan al-Karaabiisy.
Kemudian beliau kembali ke Mekkah dan tinggal di sana dalam waktu yang relatif singkat, setelah itu meninggalkannya menuju Baghdad lagi, tepatnya pada tahun 198 H. Di Baghdad, beliau juga tinggal sebentar untuk kemudian meninggalkannya menuju Mesir.
Beliau tiba di Mesir pada tahun 199 H dan rupanya kesohorannya sudah mendahuluinya tiba di sana. Dalam perjalanannya ini, beliau didampingi beberapa orang muridnya, di antaranya ar-Rabi’ bin Sulaiman al-Murady dan ‘Abdullah bin az-Zubair al-Humaidy. Beliau singgah dulu di Fushthath sebagai tamu ‘Abdullah bin ‘Abdul Hakam yang merupakan sahabat Imam Malik. Kemudian beliau mulai mengisi pengajiannya di Jami’ ‘Amr bin al-‘Ash. Ternyata, kebanyakan dari pengikut dua imam sebelumnya, yaitu pengikut Imam Abu Hanifah dan Imam Malik lebih condong kepadanya dan terkesima dengan kefasihan dan ilmunya.
Di Mesir, beliau tinggal selama 5 tahun di mana selama masa ini dipergunakannya untuk mengarang, mengajar, berdebat (Munazharah) dan meng-counter pendapat-pendapat lawan. Di negeri inilah, beliau meletakkan madzhab barunya (Qaul Jadid), yaitu berupa hukum-hukum dan fatwa-fatwa yang beliau gali dalilnya selama di Mesir, sebagiannya berbeda dengan pendapat fiqih yang telah diletakkannya di Iraq. Di Mesir pula, beliau mengarang buku-buku monumentalnya, yang diriwayatkan oleh para muridnya.
Kemunculan Sosok Dan Manhaj (Metode) Fiqihnya
Mengenai hal ini, Ahmad Tamam di dalam bukunya asy-Syaafi’iy: Malaamih Wa Aatsaar menyebutkan bagaimana kemunculan sosok asy-Syafi’i dan manhaj fiqihnya. Sebuah manhaj yang merupakan paduan antara fiqih Ahli Hijaz dan fiqih Ahli Iraq, manhaj yang dimatangkan oleh akal yang menyala, kemumpunian dalam al-Qur’an dan as-Sunnah, kejelian dalam linguistik Arab dan sastra-sastranya, kepakaran dalam mengetahui kondisi manusia dan permasalahan-permasalahan mereka serta kekuatan pendapat dan qiyasnya.
Bila kembali ke abad 2 M, kita mendapati bahwa pada abad ini telah muncul dua ‘’perguruan’ (Madrasah) utama di dalam fiqih Islam; yaitu perguruan rasional (Madrasah Ahli Ra`yi) dan perguruan hadits (Madrasah Ahli Hadits). Perguruan pertama eksis di Iraq dan merupakan kepanjangan tangan dari fiqih ‘Abdullah bin Mas’ud yang dulu tinggal di sana. Lalu ilmunya dilanjutkan oleh para sahabatnya dan mereka kemudian menyebarkannya. Dalam hal ini, Ibn Mas’ud banyak terpengaruh oleh manhaj ‘Umar bin al-Khaththab di dalam berpegang kepada akal (pendapat) dan menggali illat-illat hukum manakala tidak terdapat nash baik dari Kitabullah mau pun dari Sunnah Rasulullah SAW. Di antara murid Ibn Mas’ud yang paling terkenal adalah ‘Alqamah bin Qais an-Nakha’iy, al-Aswad bin Yazid an-Nakha’iy, Masruq bin al-Ajda’ al-Hamadaany dan Syuraih al-Qadly. Mereka itulah para ahli fiqih terdepan pada abad I H. Setelah mereka, perguruan Ahli Ra`yi dipimpin oleh Ibrahim bin Yazid an-Nakha’iy, ahli fiqih Iraq tanpa tanding. Di tangannya muncul beberapa orang murid, di antaranya Hammad bin Sulaiman yang menggantikan pengajiannya sepeninggalnya. Hammad adalah seorang Imam Mujtahid dan memiliki pengajian yang begitu besar di Kufah. Pengajiannya ini didatangi banyak penuntut ilmu, di antaranya Abu Hanifah an-Nu’man yang pada masanya mengungguli semua rekan sepengajiannya dan kepadanya berakhir tampuk kepemimpinan fiqih. Ia lah yang menggantikan syaikhnya setelah wafatnya dan mengisi pengajian yang diselenggarakan perguruan Ahli Ra`yi. Pada masanya, banyak sekali para penuntut ilmu belajar fiqih dengannya, termasuk di antaranya murid-muridnya yang setia, yaitu Qadi Abu Yusuf, Muhammad bin al-Hasan, Zufar, al-Hasan bin Ziyad dan ulama-ulama selain mereka. Di tangan-tangan mereka itulah akhirnya metode perguruan Ahli Ra`yi mengkristal, semakin eksis dan jelas manhajnya.
Sedangkan perguruan Ahli Hadits berkembang di semenanjung Hijaz dan merupakan kepanjangan tangan dari perguruan ‘Abdullah bin ‘Abbas, ‘Abdullah bin ‘Umar, ‘Aisyah dan para ahli fiqih dari kalangan shahabat lainnya yang berdiam di Mekkah dan Madinah. Penganut perguruan ini banyak melahirkan para imam seperti Sa’id bin al-Musayyab, ‘Urwah bin az-Zubair, al-Qasim bin Muhammad, Ibn Syihab az-Zuhry, al-Laits bin Sa’d dan Malik bin Anas. Perguruan ini unggul dalam hal keberpegangannya sebatas nash-nash Kitabullah dan as-Sunnah, bila tidak mendapatkannya, maka dengan atsar-atsar para shahabat. Di samping itu, timbulnya perkara-perkara baru yang relatif sedikit di Hijaz, tidak sampai memaksa mereka untuk melakukan penggalian hukum (istinbath) secara lebih luas, berbeda halnya dengan kondisi di Iraq.
Saat imam asy-Syafi’I muncul, antara kedua perguruan ini terjadi perdebatan yang sengit, maka ia kemudian mengambil sikap menengah (baca: moderat). Beliau berhasil melerai perdebatan fiqih yang terjadi antara kedua perguruan tersebut berkat kemampuannya di dalam menggabungkan antara kedua manhaj perguruan tersebut mengingat ia sempat berguru kepada tokoh utama dari keduanya; dari perguruan Ahli Hadits, ia berguru dengan pendirinya, Imam Malik dan dari perguruan Ahli Ra`yi, ia berguru dengan orang nomor dua yang tidak lain adalah sahabat dan murid Imam Abu Hanifah, yaitu Muhammad bin al-Hasan asy-Syaibany.
Imam asy-Syafi’i menyusun Ushul (pokok-pokok utama) yang dijadikan acuan di dalam fiqihnya dan kaidah-kaidah yang dikomitmeninya di dalam ijtihadnya pada risalah ushul fiqih yang berjudul ar-Risalah. Ushul tersebut ia terapkan dalam fiqihnya. Ia merupakan Ushul amaliah bukan teoritis. Yang lebih jelas lagi dapat dibaca pada kitabnya al-Umm di mana beliau menyebutkan hukum berikut dalil-dalilnya, kemudian menjelaskan aspek pendalilan dengan dalil, kaidah-kaidah ijtihad dan pokok-pokok penggalian dalil yang dipakai di dalam menggalinya. Pertama, ia merujuk kepada al-Qur’an dan hal-hal yang nampak baginya dari itu kecuali bila ada dalil lain yang mengharuskan pengalihannya dari makna zhahirnya, kemudian setelah itu, ia merujuk kepada as-Sunnah bahkan sampai pada penerimaan khabar Ahad yang diriwayatkan oleh periwayat tunggal namun ia seorang yang Tsiqah (dapat dipercaya) pada diennya, dikenal sebagai orang yang jujur dan tersohor dengan kuat hafalan. Asy-Syafi’i menilai bahwa as-Sunnah dan al-Qur’an setaraf sehingga tidak mungkin melihat hanya pada al-Qur’an saja tanpa melihat lagi pada as-Sunnah yang menjelaskannya. Al-Qur’an membawa hukum-hukum yang bersifat umum dan kaidah Kulliyyah (bersifat menyeluruh) sedangkan as-Sunnah lah yang menafsirkan hal itu. as-Sunnah pula lah yang mengkhususkan makna umum pada al-Qur’an, mengikat makna Muthlaq-nya atau menjelaskan makna globalnya.
Untuk berhujjah dengan as-Sunnah, asy-Syafi’i hanya mensyaratkan bersambungnya sanad dan keshahihannya. Bila sudah seperti itu maka ia shahih menurutnya dan menjadi hujjahnya. Ia tidak mensyaratkan harus tidak bertentangan dengan amalan Ahli Madinah untuk menerima suatu hadits sebagaimana yang disyaratkan gurunya, Imam Malik, atau hadits tersebut harus masyhur dan periwayatnya tidak melakukan hal yang bertolak belakang dengannya.
Selama masa hidupnya, Imam asy-Syafi’i berada di garda terdepan dalam membela as-Sunnah, menegakkan dalil atas keshahihan berhujjah dengan hadits Ahad. Pembelaannya inilah yang merupakan faktor semakin melejitnya popularitas dan kedudukannya di sisi Ahli Hadits sehingga mereka menjulukinya sebagai Naashir as-Sunnah (Pembela as-Sunnah).
Barangkali faktor utama kenapa asy-Syafi’i lebih banyak berpegang kepada hadits ketimbang Imam Abu Hanifah bahkan menerima hadits Ahad bilamana syarat-syaratnya terpenuhi adalah karena ia hafal hadits dan amat memahami ‘illat-‘illat-nya di mana ia tidak menerima darinya kecuali yang memang valid menurutnya. Bisa jadi hadits-hadits yang menurutnya shahih, menurut Abu Hanifah dan para sahabatnya tidak demikian.
Setelah merujuk al-Qur’an dan as-Sunnah, asy-Syafi’i menjadikan ijma’ sebagai dalil berikutnya bila menurutnya tidak ada yang bertentangan dengannya, kemudian baru Qiyas tetapi dengan syarat terdapat asalnya dari al-Qur’an dan as-Sunnah. Penggunaannya terhadap Qiyas tidak seluas yang dilakukan Imam Abu Hanifah.
Aqidahnya
Di sini dikatakan bahwa ia seorang Salafy di mana ‘aqidahnya sama dengan ‘aqidah para ulama Salaf; menetapkan apa yang ditetapkan Allah dan Rasul-Nya dan menafikan apa yang dinafikan Allah dan Rasul-Nya tanpa melakukan Tahrif (perubahan), Ta`wil (penafsiran yang menyimpang), Takyif (Pengadaptasian alias mempertanyakan; bagaimana), Tamtsil (Penyerupaan) dan Ta’thil (Pembatalan alias pendisfungsian asma dan sifat Allah).
Beliau, misalnya, mengimani bahwa Allah memiliki Asma` dan Sifat sebagaimana yang dijelaskan Allah dalam kitab-Nya dan Rasulullah dalam haditsnya, bahwa siapa pun makhluk Allah yang sudah ditegakkan hujjah atasnya, al-Qur’an sudah turun mengenainya dan menurutnya hadits Rasulullah sudah shahih karena diriwayatkan oleh periwayat yang adil; maka tidak ada alasan baginya untuk menentangnya dan siapa yang menentang hal itu setelah hujjah sudah benar-benar valid atasnya, maka ia kafir kepada Allah. Beliau juga menyatakan bahwa bila sebelum validnya hujjah atas seseorang dari sisi hadits, maka ia dapat ditolerir karena kejahilannya sebab ilmu mengenai hal itu tidak bisa diraba hanya dengan akal, dirayah atau pun pemikiran.
Beliau juga mengimani bahwa Allah Ta’ala Maha Mendengar, memiliki dua tangan, berada di atas ‘arasy-Nya dan sebagainya.
Beliau juga menegaskan bahwa iman adalah ucapan, perbuatan dan keyakinan dengan hati. (untuk lebih jelasnya, silahkan merujuk buku Manaaqib asy-Syafi’i karangan Imam al-Baihaqi; I’tiqaad al-A`immah al-Arba’ah karya Syaikh Dr.Muhammad ‘Abdurrahman al-Khumais [sudah diterjemahkan –kurang lebih judulnya-: ‘Aqidah Empat Imam Madzhab oleh KH.Musthafa Ya’qub])
Sya’ir-Sya’irnya
Imam asy-Syafi’i dikenal sebagai salah seorang dari empat imam madzhab tetapi tidak banyak yang tahu bahwa ia juga seorang penyair. Beliau seorang yang fasih lisannya, amat menyentuh kata-katanya, menjadi hujjah di dalam bahasa ‘Arab. Hal ini dapat dimengerti, karena sejak dini, beliau sudah tinggal dan berinteraksi dengan suku Hudzail yang merupakan suku arab paling fasih kala itu. Beliau mempelajari semua sya’ir-sya’ir mereka, karena itu ia dianggap sebagai salah satu rujukan bagi para ahli bahasa semasanya, di antaranya diakui sendiri oleh seorang tokoh sastra Arab semasanya, al-Ashmu’i sebagaimana telah disinggung sebelumnya.
Imam Ahmad berkata, “asy-Syafi’i adalah orang yang paling fasih.” Imam Malik terkagum-kagum dengan bacaannya karena demikian fasih. Karena itu, pantas bila Imam Ahmad pernah berkata, “Tidak seorang pun yang menyentuh tinta atau pun pena melainkan di pundaknya ada jasa asy-Syafi’i.” Ayyub bin Suwaid berkata, “Ambillah bahasa dari asy-Syafi’i.”
Hampir semua isi sya’ir yang dirangkai Imam asy-Syafi’i bertemakan perenungan. Sedangkan karakteristik khusus sya’irnya adalah sya’ir klasik. Alhasil, ia mirip dengan perumpamaan-perumpamaan atau hikmah-hikmah yang berlaku di tengah manusia.
Di antara contohnya,
- Sya’ir Zuhud
Hendaknya engkau bertakwa kepada Allah jika engkau lalai
Pasti Dia membawa rizki tanpa engkau sadari
Bagaimana engkau takut miskin padahal Allah Sang Pemberi rizki
Dia telah memberi rizki burung dan ikan hiu di laut
Siapa yang mengira rizki hanya didapat dengan kekuatan
Semestinya burung pipit tidak dapat makan karena takut pada elang
Turun dari dunia (mati), tidak engkau tahu kapan
Bila sudah malam, apakah engkau akan hidup hingga fajar?
Berapa banyak orang yang segar-bugar mati tanpa sakit
Dan berapa banyak orang yang sakit hidup sekian tahunan?
- Sya’ir Akhaq
Kala mema’afkan, aku tidak iri pada siapa pun
Aku tenangkan jiwaku dari keinginan bermusuhan
Sesungguhnya aku ucapkan selamat pada musuhku saat melihatnya
Agar dapat menangkal kejahatannya dengan ucapan-ucapan selamat tersebut
Manusia yang paling nampak bagi seseorang adalah yang paling dibencinya
Sebagaimana rasa cinta telah menyumbat hatiku
Manusia itu penyakit dan penyakit manusia adalah kedekatan dengan mereka
Namun mengasingkan mereka adalah pula memutus kasih sayang
Tawadlu’, Wara’ Dan ‘ibadahnya
Imam asy-Syafi’i terkenal dengan ketawadlu’an (kerendahan diri)-nya dan ketundukannya pada kebenaran. Hal ini dibuktikan dengan pengajiannya dan pergaulannya dengan teman sejawat, murid-murid dan orang-orang lain. Demikian juga, para ulama dari kalangan ahli fiqih, ushul, hadits dan bahasa sepakat atas keamanahan, keadilan, kezuhudan, kewara’an, ketakwaan dan ketinggian martabatnya.
Sekali pun demikian agungnya beliau dari sisi ilmu, ahli debat, amanah dan hanya mencari kebenaran, namun hal itu semua bukan karena ingin dipandang dan tersohor. Karena itu, masih terduplikasi dalam memori sejarah ucapannya yang amat masyhur, “Tidaklah aku berdebat dengan seseorang melainkan aku tidak peduli apakah Allah menjelaskan kebenaran atas lisannya atau lisanku.”
Sampai-sampai saking hormatnya Imam Ahmad kepada gurunya, asy-Syafi’i ini; ketika ia ditanya oleh anaknya tentang gurunya tersebut, “Siapa sih asy-Syafi’i itu hingga ayahanda memperbanyak doa untuknya?” ia menjawab, “Imam asy-Syafi’i ibarat matahari bagi siang hari dan ibarat kesehatan bagi manusia; maka lihat, apakah bagi keduanya ini ada penggantinya.?”
Imam asy-Syafi’i seorang yang faqih bagi dirinya, banyak akalnya, benar pandangan dan fikirnya, ahli ibadah dan dzikir. Beliau amat mencintai ilmu, sampai-sampai ia berkata, “Menuntut ilmu lebih afdlal daripada shalat sunnat.”
Sekali pun demikian, ar-Rabi’ bin Sualaiman, muridnya meriwayatkan bahwasanya ia selalu shalat malam hingga wafat dan setiap malam satu kali khatam al-Qur’an.
Ad-Dzahabi di dalam kitabnya Siyar an-Nubalaa` meriwayatkan dari ar-Rabi’ bin Sulaiman yang berkata, “Imam asy-Syafi’i membagi-bagi malamnya; sepertiga pertama untuk menulis, sepertiga kedua untuk shalat dan sepertiga ketiga untuk tidur.”
Menambahi ucapan ar-Rabi’ tersebut, Adz-Dzahabi berkata, “Tentunya, ketiga pekerjaan itu hendaknya dilakukan dengan niat.”
Ya, Imam adz-Dzahabi benar sebab niat merupakan ciri kelakuan para ulama. Bila ilmu membuahkan perbuatan, maka ia akan meletakkan pelakunya di atas jalan keselamatan.
Betapa kita sekarang-sekarang ini lebih berhajat kepada para ulama yang bekerja (‘amiliin), yang tulus (shadiqiin) dan ahli ibadah (‘abidiin), yang menjadi tumpuan umat di dalam menghadapi berbagai problematika yang begitu banyaknya, La hawla wa la quwwata illa billaah.
Imam asy-Syafi’i tetap tinggal di Mesir dan tidak pergi lagi dari sana. Beliau mengisi pengajian yang dikerubuti oleh para muridnya hingga beliau menemui Rabbnya pada tanggal 30 Rajab tahun 204 H.
Alangkah indah isi bait Ratsâ` (sya’ir mengenang jasa baik orang sudah meninggal dunia) yang dikarang Muhammad bin Duraid, awalnya berbunyi,
Tidakkah engkau lihat peninggalan Ibn Idris (asy-Syafi’i) setelahnya
Dalil-dalilnya mengenai berbagai problematika begitu berkilauan
Untuk lebih mendalami sejarah hidup Imam Syafi’i harap merujuk kepada kitab-kitab berikut ini :
- asy-Syafi’i; Malaamih Wa Atsar Fi Dzikra Wafaatih karya Ahmad Tamam
- I’tiqaad A`immah as-Salaf Ahl al-Hadits karya Dr.Muhammad ‘Abdurrahman al-Khumais
- Mawsuu’ah al-Mawrid al-Hadiitsah
- Al-Imam asy-Syafi’i Syaa’iran karya Muhammad Khumais
- Diiwaan al-Imam asy-Syafi’i, terbitan al-Hai`ah al-Mishriiyyah Li al-Kitaab
- Qiyaam asy-Syafi’i (Thariqul Islam)
- Manhaj Aqidah Imam asy-Syafi’i karya Dr.Muhammad al-‘Aqil, penerbit: Pustaka Imam asy-Syafi’i

ASWAJA ( Ahlu As-Sunnah Wa al-Jama'ah )

ASWAJA

Pengertian ASWAJA
Konsep ASWAJA ( Ahlus Sunnah wal Jama’ah ) selama ini masih belum di pahami secara tuntas, sehingga menjadi “ REBUTAN” setiap golongan. Semua kelompok mengaku dirinya sebagai penganut ajaran ASWAJA. Tidak jarang, label itu digunakan untuk kepentingan sesaat. Jadi, apakah yang dimaksud dengan ASWAJA itu sebenarnya ? Bagaimana pula dengan klaim itu, dapatkah dibenarkan ?
ASWAJA merupakan singkatan dari istilah Ahlus Sunnah wal Jama’ah ( Ahl al-Sunnah wa al – Jama’ah ). Ada tiga kata yang membentuk istilah tersebut, yaitu :
1.      Ahlu  ; artinya : keluarga, golongan atau pengikut.
2.      As-Sunnah ; artinya :  segala sesuatu yang telah diajarkan oleh Rosululloh SAW. Maksudnya, semua yang datang dari  Nabi Muhammad SAW, berupa perbuatan ( af’al ), ucapan ( aqwal ), dan pengakuan / ketetapan ( taqrir ) Nabi Muhammad SAW. ( kitab Fath al-Bari, juz XII, hal. 25 )
3.      Al-Jama’ah ; yakni : apa yang disepakati oleh para sahabat Rosululloh SAW pada masa al-Khulafau ar-Rosyidin ( Khalifah Abu Bakar al-Siddiq ra, Umar bin Khottob ra , Utsman bin ‘Affan ra, dan Ali bin Abi Tholib ra, Karroma Alloh Wajhahu )

مَنْ اَرَادَ بُحْبُوْحَةَ   الْجَنَّةَ فَلْيَلْزَمِ الْجَمَاعَةَ . رواه الترمذي وصححه الحاكم والذهبي ( المستدرك، ج ١ ص٧٧-٧٨)

Barang siapa yang ingin mendapatkan kehidupan yang damai di Surga, maka hendaklah ia mengikuti al-Jama’ah ( H. R. Imam Tirmidzi, dan di Shohihkan oleh Imam al-Hakim dan       al-Dzahabi                         (  Al-MustaDrok,  Juz  1, hal. 77-78 )

Sebagaimana telah di kemukakan oleh Syeikh Abdul Qodir al-Jailani dalam Kitabnya, al-Ghounyah li Tholibi thariq al-haqq Juz 1 hal. 80 :  Yang di maksud dengan as-Sunnah adalah apa yang diajarkan  oleh Rosululloh Saw. meliputi Sabda/ ucapan, perilaku serta ketetapan Rosululloh Saw.Sedang pengertian al-jama’ah adalah segala sesuatu yang telah menjadi kesepakatan para sahabat Nabi Saw.pada masa al-Khulafa’ur Rasyidin yang empat, yang diberi hidayah.
Selanjutnya, Syeikh Abi al-Fadhlbin Abdus Syakur menyebutkan dalam  kitab al-Qawaqib al-Lamma’ah halaman 8 - 9.
Yang disebut Ahlu as-Sunnah, wal Jamaah   adalah orang-orang yang selalu berpedoman pada Snnah Nabi SAW. dan para Sahabatnya dalam masalah aqidah keagamaan ( keyakinan/keimanan), amal-amal lahiriyahbserta akhlaq hati. 
Jadi Ahlu as-Sunnah, wal Jamaah   merupakan ajaran yang mengikuti semua yang telah dicontohkan oleh Rosululloh SAW. dan para sahabatnya. Sebagai pembeda dengan ajaran yang lain, ada tiga ciri khas kelompok ini, yakni tiga sikap yang selalu diajarkan oleh Rosululloh SAW. dan para sahabatnya. Ketiga prinsip tersebut adalah :

1.      at-Tawasuth ( Sikap tengah-tengah, sedang-sedang, tidak ekstrim ke kiri atau ekstrim ke kanan ). Disarikan dari Firman Alloh SWT. Q. S. Al-Baqarah ayat 153 yang artinya :
Dan demikianlah Kami jadikan kamu sekalian ( umat Islam ) umat pertengahan ( adil dan pilihan ) atas     ( sikap dan perbuaatan ) manusia umumnya dan supaya  Alloh SWT menjadikan saksi ( ukuran  penilaian ) atas ( sikap dan perbuatan ) kamu sekalian.

2.      At-Tawazun ( seimbang dalam segala hal termasuk dalam penggunaan dalil ‘aqli dan dalil naqli ) Firman Alloh SWT. Q.S. al-Hadid ayat 25. Artinya “ Sungguh kami telah mengutus Rosul-rosul Kami dengan membawa bukti kebenaran yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka al-kitab dan neraca     ( alat penimbang keadilan ) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan

3.      al-I’tidal ( tegak lurus ).  Dalam Q.S. al-Maidah ayat 9  disebutkan Wahai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu sekalian menjadi orang-orang yang tegak membela                       ( kebenaran ) karena Alloh mejadi saksi ( pengukur kebenaran ) yang adil.  Dan janganlah kebencian kamu pada suatu kaum menjadikan kamu berlaku tidak adil. Berbuat adillah karena keadilan itu lebih mendekatkan pada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Alloh, karena sesungguhnya Alloh Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. 

Ketiga prinsip ini merupakan sikap tengah serta berimbang dalam setiap persoalan. Misalnya, dalam masalah sifat dan Dzat Alloh SWT. antara kelompok Mujassimah                 ( menyatakan Alloh SWT. memiliki anggota tubuh dan sifat seperti manusia ). dan Mu’aththillah ( tidak mengakui adanya sifat bagi Alloh SWT ), tentang perbuatan Alloh SWT. antara Qodariyah         ( manusia memiliki kekuatan penuh atas dirinya )  dan Jabariyah      ( manusia tidak memiliki  daya apa-apa kecuali atas taqdir Alloh SWT ), menyikapi janji dan ancaman Alloh SWT antara Murji’ah ( semua hukuman dan pembalasan diserahkan kepada Alloh SWT ) dan Wa’idiyah (Alloh SWT pasti  akan menghukum orang-orang yang berdosa ), sikap kepada ahlu bait            ( kelarga Rosululloh SAW. dan Sahabat Rosul antara Rafidloh / Syi’ah          ( seluruh sahabat kafir dan ahlu bait adalah maksum ( dijaga ) dan Khowarij ( seluruh sahabat dan ahlu bait yang terlibat / yang menjadi penyebab peperangan Jamal dan Shiffin dihukumi kafir ), dan lain sebagainya.

Ketiga prinsip tersebut dapat dilihat dalam masalah aqidah atau keyakinan keagamaan              ( teologi ), perbuatan lahiriyah ( Syari’ah/fiqih ) serta masalah akhlaq yang mengatur gerak hati ( tasawuf ) Dalam praktik keseharian, ajaran Ahlu as-Sunnah, wal Jamaah    di bidang teologi tercerminkan dalam rumusan yang digagas oleh Imam Abu Hasan al-Asy’ari dan Imam Abu Mansur al-Maturidi. Sedangkan dalam masalah perbuatan badaniyah termanifestasikan              ( terwujud ) dengan membenarkan madzhabnya Imam  empat, yaitu : Madzhab Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah dan Hambaliyah. Dan Ahlu as-Sunnah, wal Jamaah  mengikuti salah satu madzhab dari ke empat madzhab tersebut yaitu madzhab Syafi’iyah. Dalam bidang akhlak dan  tasawuf Ahlu as-Sunnah, wal Jama’ah   mengikuti ajarannya Imam junaidy al-Baghdadi dan Imam Ghozali. Dalam hal ini K. H Zainal ‘Abidin Dimyathi membuat sya’ir  berbahasa Arab yang artinya ;
pengikut Ahlu as-Sunnah, wal Jamaah    adalah mereka
Yang mengikuti madzhab para Imam
Dalam masalah Ushul ( aqidah / keimanan ) mereka mengikuti
madzhab al-Asyari dan Maturidi
Dalam bidang Fiqih mengikuti salah satu madzhab
yang menjadi pemimpin umat ini
Imam Syafi’i dan imam Hanafi yang cemerlang.
Serta Imam Maliki dan Imam Ahmad bin Hambali
Dalam bidang Tasawuf atau thoriqoh
mengikuti ajarannya Imam Junaidy

Al-Idza’ah al-Muhimmah, hal. 47
Salah satu alasan dipilihnya ulama-ulama tersebut oleh Ulama Salafuna as-Sholih sebagai panutan dalam Ahlu as-Sunnah wal Jama’ah, karena mereka telah terbukti mampu membawa ajaran-ajaran yang sesuai dengan sari agama Islam yang telah digariskan oleh Nabi Muhammad SAW. dan para Sahabatnya. Dan mengikuti hal tersebut merupakan suatu kewajiban bagi umat Islam. Nabi Muhammad SAW. bersabda :

Dari ‘Abdurrahman bin ‘Amr al-Sulami, sesungguhnya ia mendengar al-Irbadh bin Sariyah berkata, Rosululloh SAW menasehati kami, “ Kalian wajib berpegang teguh pada sunnahku           ( apa yang aku ajarkan) dan perilaku al-Khulafa’ur Rosyidin yang mendapat petunjuk.
( Musnad Imam Ahmad bin Hanbal, 16519 )

Karena itu, sebenarnya Ahlu as-Sunnah, wal Jama’ah  merupakan Islam yang murni sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW dan sesuai dengan apa yang telah digariskan dan diamalkan oleh para sahabatnya. Ketika Rosululloh SAW menerangkan bahwa umat Islam akan terpecah menjadi 73 golongan, dengan tegas Nabi SAW menyatakan bahwa yang benar adalah mereka yang tetap berpedoman pada apa saja yang diperbuat oleh Nabi SAW dan para sahabatnya pada waktu itu.
Maka Ahlu as-Sunnah, wal Jama’ah  sesungguhnya bukan aliran baru dalam Islam yang muncul sebagai reaksi dari beberapa aliran Islam yang menyimpang dari ajaran haqiqi agama Islam. Ahlu as-Sunnah, wal Jama’ah    justru berusaha untuk menjaga  agama Islam dari beberapa aliran yang akan mencerabut ajaran Islam dari akar dan pondasinya semula. Setelah aliran-aliran itu semakin merajalela, tentu diperlukan suatu gerakan untuk mensosialisasikan dan mengembangkankembali ajaran yang murni Islam Sekaligus merupakan salah satu jalan mempertahankan, memperjuangkan dan mengembalikan agama Islam agar tetap sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rosululloh SAW dan para Sahabatnya ( Khittah Nahdliyah , 19-20 )
Jika sekarang banyak kelompk yang mengaku dirinya termasuk Ahlu as-Sunnah, wal Jama’ah, maka mereka harus membuktikannya dalam praktik keseharian bahwa mereka benar-benar telah mengamalkan Sunnah Rosululloh SAW dan para Sahabatnya.

Di sadur dari Buku Fiqih Tradisionalis, Jawaban Pelbagai Persoalan Keagamaan Sehari-hari oleh K.H. Muhyiddin Abdus Shomad.   


Jumat, 02 Maret 2012

Nadzom Sapu Jagat Jilid 1. Karya K.H. Muchdir 'Arifin Cipari Cilacap


NADZOM SAPU JAGAT
NERANGAKE DALAN NGASILAKE ILMU KANG MANFAAT

DENING :
K.H.ACHMAD MUCHDZIR ACHSAN ZAINI ARIFIN
DI TULIS ULANG OLEH : MOHAMAD MAKMUN, S. Ag













JILID :   1
JL. BANYU PANAS,  PAGER GUNUNG, CIPARI, CILACAP, JAWA TENGAH, INDONESIA.
2010 – 2011

الرّحِيْمِ    الرَّحْمٰنِ     اللهِ  بِسْمِ
Muji ing Alloh kang wis paring kaunggulan
Ing    putra    wayah   Nabi   Adam kabehan

Ngungkuli kabeh alam makhluke Pangeran
Sebab   duweni    ilmu     lan   pengamalan

Nuli  ing  Gusti   Nabi  Rohmat   lan   Salam
Katur Gustine wong    Arab lan wong Ajam

Lan keluarga,  sahabat  kang mimpin Islam
Sumber Ilmu lan hikmah      lan dadi imam

Wus kanyata   iki   zaman       pirang-pirang
Santri ngaji  nanging  ingkang   alim kurang

Ingkang     ‘alim   manfaat   ilmune      ilang
Ngamalake   lan   nggelar   uga    terhalang

Sebab akeh kang  padha   ninggal     dalane
Lan       ora    netepi     ing       persyaratane

Wong  kang  salah   dalan   sasar     tujuane
Ora  bisa   hasil     marang       apa     sejane

Mula    ingsun    kersa     atur     keterangan
Dalane  ngudi    ilmu    ing    para     ikhwan

Mundhute        kitab     kang           anggitan
Lan saka guru     kang   rupa    pengendikan

Lan  ingsun  ngarep-ngarep   di  dongakake
Muga kagolong wong kang   di selametake

Ulih    beja   ing  dina     qiyamat     mangke
Ing     Suwargane      Alloh          di lebokake

Bab Nerangake Mulyane  Lan Keutamane Ilmu

Gusti    Nabi   wus     terang  pengendikane
Murih     ing   Ilmu  iku     banget    fardlune

Tumrap  wong   Islam    lanang  lan  wadon
wiwit   nang    bandhulan    tumeka matine

Ora       kabeh      ilmu       dadi     kewajiban
Mung   wajib   ilmu  kang ngamale padinan




Kang   luwih     utama    ilmu    pengamalan
Utamane      ngamal  njaga     ing   kahanan

Wajib ing wong    Islam    murih ing ilmune
perkara  kang  dumadi   saben       wektune

Kewajiban Sholat   wajib   nduweni ilmune
Sekira       nyukupi       nekani          fardlune

Lan    wajib   ngerteni    kabeh     kewajiban
Kaya     zakat    lan    haji    yen    kewajiban

Uga    ngerteni     dol     tinuku     dagangan
Lamon wong    mau dagang  lan bebakulan

Syeih Muhamad bin  Hasan  nampa aturan
Ing bab  Zuhud supaya  nganggit karangan

Ngendikane ingsun wus nganggit karangan
Kitab     ingkang     nerangake     bebakulan

Wong    zuhud iku    ngreksa  dol  tinukune
Saka   harom   lan   subhat   lan sepadhane



Lan    ngreksa   ing    mu’amalah        liyane
Lan pekerjaan    kang   dadi    tanggungane

Lan   wajib    ngerteni     ing    tingkahe   ati
Kaya      tawakal,   taubat,  eling    ing    pati

Taqwa, ridlo, lan   nrima     pandume Gusti
Supaya        sempurna       ulihe      ngabekti

Ilmu      iku    ora      mamang     kamulyane
Dadi     beda   menungsa    saka      kewane

Sebab ilmu   Gusti     Alloh     paring unggul
Marang kanjeng Nabi Adam  kang Pinunjul

Malaikat      padha    didhawuhi      nungkul
Ing Nabi Adam    nuli    padha    temungkul

Mulyane   Ilmu     krana     dadi      lantaran
Menungsa bisa taqwa marang     pengeran

Sebab   taqwa  menungsa ulih     kamulyan
Mungguhe Alloh     lan    ulih    kajembaran



Mula     wong    Islam    padha   ngajiya sira
Amarga       ilmu      iku           pepaes       ira

Uga        dadi       kautaman      awak        ira
Lan        dadi   tenger   sifat     pinuji      nira

Saben   dina   ilmu    nira     kudu     tambah
Sore, wengi, ngaji esuk    nang    Madrasah

Ngajiya      Fiqih       supaya      ora      getun
Fiqih      iku    lewih      baguse      penuntun

Marang     kebagusan     uga    taqwa nipun
Sarta    adil      lan         jejeg        tujuanipun

Dadi   tenger kang      bisa    aweh  pituduh
Marang dalan bener kang aweh   pitudhuh

Uga dadi benteng kang kuwat  lan    kukuh
Kang   ngelindhungi  saka  kabeh pekewuh

Wong     ‘alim    fiqih  siji   kang   persifatan
Wirangi   iku    mesthi     lewih        manfaat



Ngalahake     ing      sandupayane    Syaitan
Ngungkuli    wong    ahli  ‘ ibadah   ewonan

Ngerteni      ing    akhlaq    uga    kewajiban
Kaya loman, medhit, kendel   lan     jerihan

Lan   gumedhe uga     ngasorake    badhan
Wirangi,  boros     lan     gawe     kerupekan

Kabeh     mau    yen     ora     ana      ilmune
Halal        harame     ora      ana        bedane

Kaya    asor       lan    andhap       asor  atine
Halal  harame       kudu     ngerti      bedane

Dene  ngerteni    tingkah    kang  tumibane
kadhangkala  kaya  ngrumat  wong matine

Iku           di hukumi       kifayah       fardlune
Yen wis ana   kang tandang gugur fardlune

Mula wajib     tumrap      para      penguasa
Prentah    marang   sebagian    ahli      desa



Nandangi  fardlu    kifayah   kanthi     peksa
Supaya       kabeh     ora     ketiban       dosa

Ngerteni tingkah kang   wis    dadi pedinan
Iku    tingkatane  padha     karo      mangan

Ingkang kadhang kala    kaya    pengobatan
Cukup     di tandangi      dening    sebagiyan

Ilmu      Nujum     penyakit    perumpamane
Ingkang  kanggo    nolak   pesthen   tujuane

Ora        manfa’ati       marang       agamane
Malah-malah    bisa   ngrusak    ing   Imane

Ngaji     Ilmu     Nujum    iku        ora     halal
Sebab Aqidah Islame bisa uwal (ical, ilang )

Nolak    ing    taqdire     Alloh    iku    mohal
Mula wajib  padha   ndonga   lan    tawakal

Dhepe-dhepe sarta dzikir    ing     Pengeran
Ngakehake   shodaqoh  lan     maca  Qur’an



Mugi   Gusti    Alloh    paring       kewarasan
Lan       dosane     bisa     ulih    pangapuran

Lan saka    bebaya     ulih      perlindhungan
Sebab      doa      ora        bakal     kapitunan

Yen       bilahi      teka     ulih    kaenthengan
Bisa sabar  lan   ngarep-ngarep     ganjaran

Beda karo   Ilmu Falaq     kang      manfa’at
Ing    agama  kanggo    ngaweruhi       kiblat

Lan kanggo   ngaweruhi   wektune    Sholat
Hukume   wenang    Ulama  wis     mufakat

Hukume     ngaji     ilmu      obat   -   obatan
Wnang sebab mung  kanggo  dadi lantaran

Nabi       uga     nindakake         pengobatan
Tindakan     Nabi      kena      dadi   panutan

Ilmu     iku      mung     ana     loro  wernane
Siji Fiqih   kanggo     ngatur           agamane



Ping  pindho     ilmu    kedhokteran    arane
Kanggo        ngatur     kesehatane      badan

Liyane  kang    loro     duwe   kedhudhukan
Mung   minangka   sangune  obrol-obrolan

Wektu ketemu kanca nang    perkumpulan
Supayane       betah      ulihe        lenggahan

Ingkang        diarani    ilmu     pelanggerane
Yaiku     sifat      kang    madhangi        atine

Wongkang kpanggonan gampang elingane
Weruh     barang    kang    dadi pepurihane

Fiqih     iku    ingkang     aweh    keterangan
Hukum ingkang nganggo     dalil   perincian

Ingkang     hubungan    karo   amale  badan
Kaya Sholat,  wudlu, lan    hukume    adzan

Fiqih   iku    ngerti     barang kang manfa’at
Ing awake lan barang kang gawe    melarat



Supaya      amale     bisa      dadi           ta’at
Tujuane   slamet       dunya   lan       akhirat

Ora        kepencut        nikmate      kauripan
Ingkang      ninggal        tujuan ke akhiratan

Fiqih,    ilmu    kang    narik     kemaslahatan
Fiqih,  ilmu    kang    nolak      kemafsadatan
( keruskan )

Kamulyane      ilmu    iku     ora    mamang
Dalil  Qur’an,  dalil   Hadits   pirang-pirang

Nanging kudu di amal    aja    gemampang
Kang Supaya     manfangate     ora     ilang

NIATE BELAJAR

Lamon  arep    ngaji    siro    kudu        niat
Ngaji   murih    ilmu syara’    kanggo    taat

Niat     iku    dadi    pokok     ingkang    kuat
ingkang     ngasilake    ganjaran      akhirat



Wus   ngendika  kanjeng Nabi kabeh   amal
Sah   orane    saka    niat         ora          uwal

Ganjarane   wongkang   padha  duwe amal
Mung   ningali   niate           ulihe      ngamal

Akeh   amal   rupa    dunya,    sebab      niat
Kang     bagus    bisa    dadi   amal    akhirat

Akeh   amal    kang    rupa   amal      akhirat
Dadi   dunya  mung   sebab   alane        niat

Wajib    niat    murih    ridlone      Pengeran
Sertane    kanggo      ngilangi   kebodhohan

Kanggo   awake   dhewek   lan para ikhwan
Kang   esih padha  nduweni     kebodhohan

Uga      niat        nguripake              agamane
Sebab     uripe     kudu   nganggo      ilmune

Zuhud    lan    taqwa   tanpa    ana    ilmune
Ora   sah   menurut    hukum         agamane



Rusak   gedhean   wong alim kang gegabah
Lewih   gedhe   wong  bodho    ahli  ibadah

Loro    -    lorone    karone    dadi        fitnah
Yen   kanggo    panutan    Islam dadi lemah

Uga   niate   itung     itung            syukuran
Ing    nikmate    akal    lan    warase   badan

Aja    niat    kanggo    golek          kesuyudan
Aja  niat   kanggo   golek sandhang pangan

Aja   niat    kanggo   golek      kedhudhukan
Ing ngarsane wongkang  duwe   pemerintahan

Sebab    ilmu    lewih    duwe       keluhuran
Lan   duwe  kamulyan     ngungkuli kabehan

Wong kang    nemu   rasa   enake     ilmune
Ora        ketarik              ke’ enakan     liyane

Wong        kang    ulihe  ngaji murih ridlone
Alloh, Insya   Alloh   selamet         agamane



Wong    kang   tujuane golek kedhudhukan
Tanpa    tujuan    akhirat    babar         pisan

Cilaka        yen        ora     bisa       keturutan
Sebab      dunya     lan      akhirate kelangan

Kejaba   yen     kedhudhukane      sekedhar
Kanggo    amar   ma’ruf   lan nahi mungkar

Agama   supaya   kuat         lan        sumiyar
Tujuan             akhirate        ora         kesasar

Tujuan     dunya    iku     perkara            asor
Wongkang   branta   ing dunya mentale ngolor

Pawakane   Logag - logog   telawar-telowor
Bingung ngetan   ngulon, ngidul lan ngalor

Aja ngarep - ngarep      pewehe wong liyan
Minangka   ngreksa   marang  ajine badan

Sebab    ahli     Ilmu      duwe      keluhuran
yen    tujuane     mung    ridlone   Pengeran



Nanging sira   kudu    gelem    andhap asor
Wong   kang      takabur  iku      ajine  asor

Ananging       ati    nira      ora   kena   asor
Ngasor tingkahe wong taqwa ing Pangeran

Dadi     bisa  munggah   marang kaluhuran
Ngujube     wong   bodho dadi  gegumunan

Beja apa        cilaka   mbesuk     pungkasan
Kepiye    mengko yen  umur  sampun telas

Mengko    yen wus di topengi kapuk kapas
Ora ngerti      apa   kandhas   apa  mentas

Mula     takabur mung Pangeran kang pas
Dene   wongngallim kang agamane gagah

Iku     supaya       ilmune    ora      rendhah
Manut   ngendikane    Imam  Abu Hanifah

Nganggoha Serban kang gedhe karo jubah
Tumrap guru   kang tugase nang madrasah



Lan wong kang duwe tugas mutusi masalah
Kang nyambut gawe ana bidhang mu’amalah

Supayane         wibawane         ora     kalah

BAB MILIH ILMU, GURU, LAN KANCA 
Wong ngaji iku    kudu duwe pilihan
Ilmu ingkang wajib  kanggo kebutuhan

Ngamalake   agamane   kang padinan
Nuli kang  dibutuhake  cathet-cathetan

Wajib  ndhinginake Ilmu ke imanan
Supaya   bisa    ma’rifat ing Pangeran

Ingkang hasil saka dasar dalil burhan
Dadi Imane ora mung manut-manutan

Wong kang Imane taqlid hukume dosa
Sebab tinggal ngalap dalil kang sentosa

Marang  hukum   ngakal telu kudu bisa
Wajib, Ja’iz      Mustahil tetep kareksa



Kudu milih ilmu        asal ingkang kuna
Dudu ilmu anyar inglkang werna-werna

Ilmu    dhebat,     parapadu     ora kena
Mundhak musuhan marakake sembrana

Belajar     ilmu    umum     ora dilarang
Asal  saka agamane    ora nyimpang

Supaya maslahahe alam berkembang
Lamon ninggal agamane ora wenang

Para   padu ngedohake   kepahaman
Ati     peteng   nukulake       karesahan

Lan    umure   siya-siya     dadi korban
Uga    dadi   tengere   dina pungkasan

Milih guru   kang luwih akeh Ilmune
Lamon  padha  kang luwih akeh yuswane

Kang    sabar, aris kang gedhe wibawane
Supaya  luwih    tumanceb     wulangane



Lunga ngaji      aja     tinggal  musyawaroh 
Karo wong kang padha taqwa marang Alloh

Ora getun wong kang gelem musyawaroh
Ora      bakal  rugi    wong kang Istikharoh

Yen      ora   cocog    aja   kesusu  pindhah
Santri anyar   durung mumpuni masalah

Paling sethithik  rong sasi tembe genah
Aja     kesusu         nulayani    masalah

Yen wis       mantep  atine kena ngawiti
Ngaji     lan    gurune    aja gonta-ganti

Supaya   barokah         ilmune manfa’ati
Sabar, mantep   iku    pokok kang wigati

Kabeh    manungsa    kepengin keluhuran
Nanging langka kang nduweni kemanfaatan

Mula   akeh      seja     ora        keturutan
Sebab   ora     dibarengi         kesabaran



Ngaji kitab wulangan guru setunggal
Yen durung katam ora kena ditinggal

Fanne ilmu siji uga kudu nganti apal
Aja kesusu   ganti fan ingkang enggal

Ana ing podok   sira kudu sing mantep
Bisa    istiqomah   lan  ngajine tetep

Aja ngolah-nglih mung   nuruti karep
Supaya    padhange      ati   ora sirep

Ngolah-ngalih ngelarakake ing gurune
Ngolah-ngalih kakehan mbuwang wektune

Ngolah-ngalih mborosake ing sangune
Uga    ngurangi    manfa’ate    ilmune

Dadi santri    kudu padha bisa      nahan
Hawa lan nafsu kang ngajak kesenangan

Lafal    hawa   iku   maknane kehinaan
Tujuane     arep      gawe   kerusakan



Santri kudu tabah ngadhepi kangelan
Anggepen     yen    kangelan   iku ujian

Wong kang      arep   ngasilake tujuan
Kudu tabah      wani ngdhepi cobaan

Nem syarat merkoleh ilmu kudu awas
Branta, sabar, ana sangune lan cerdas

Gurune   ahli     pituduh ingkang luas
Nomer      neneme zamane kudu lawas

Miliha ing kanca kang mempeng ngajine
Kang wirangi kang jejeg perwatekane

Ingkang ngudi-ngudi paham ing ilmune
Supayane     sira            ketarik       atine

Aja kekancan karo wong kang sungkanan
Ahli anggur-angguran, sugih omongan

kang ahli fitnah lan gawe kerusakan
Supayane     sira    ora     ketularan



Yen durung ngerti takona ing kancane
Sebab   kanca      mau    dadi panutane

Lamon bagus    kancanana hubungane
Lamon    ala   tinggale    kekancanane

Wong kang Sholih bisa ala mung jalaran
Campur wong kang ala sebab ketularan

Kaya geni kang karo awu campuran
Dadi    sirep lan    dadi    awu    kabeyan

Kanca   ingkang     ala   iku   luwih ala
Luwih akeh      bahayane    timbang ula

Kekancan wong bagus senajan sedhela
Ngajak  ing     suargane    Alloh Ta’ala

Sejarahe     Bumi          ningali   asmane
Kahanane manungsa     sebab kancane

Tiru – tiniru       kabeh          kelakuane
Conton lan cinonton karo lingkungane



BAB NGEGUNGAKE ILMU

Ngaji    ora    bakal hasil tujuane
Lan ora     bakal manfa’ati Ilmune

Kejaba kudu     ngagungake ilmune
Ngegungake ahli ilmu lan gurune

Wong duwe tujuan   ora kaleksanan
Kejaba ngagungake marang tujuan

Ora bakal gagal kang dadi tujuan
Kejaba ngagungake ketinggalan

Ngagungake luwih bagus timbang ta’at
Manungsa ora kafir sebab maksiyat

Iblis   ora     ngagungake   dadi oncat
Saka        suarga   lan   imane di pecat

Sira wajib ngagungake wong kang mulang
Senajan    sahuruf    aja digemampang

Ngawulani   ing   guru   kudu tumandang
Yen wis nampa dhawuh ora kena nyimpang

Wong kang mulang sira ing ilmu agama
Tingkatane iku padha karo rama / bapak

Kabeh anak wajib bekti marang rama
Uga marang guru kang mulang agama

Mulyakake ing guru katut puterane
Lan ahli dalem kang ana hubungane

Karo    nasabe   uga    karo  ilmune
Sarta wong kang keparek karo gurune

Lumaku ing ngarep guru aja wani
Nglungguhi palenggahane ora wani

Ora    guneman   yen   ora di ijini
Ora matur ing perkara kang mboseni

Murih ridlone lan ngedohi bendune
Patuh marang kabeh dhawuhe gurune

Ora pareng nyanga ala ing  gurune
Senajan    sira    ora  cocog ing atine



Mulyakake   guru   manfa’at ilmune
Ngumur barokah mulyakake wong tuwane

Kabeh   mau     kudu   di alap do’ane
Ora kena    ditinggal    salah sijine

Guru iku   mulasara        ruhanine
Wong tuwa kang mulasara jasmanine

Beban rohani nganti ba’da matine
Beban jasmani mung nganti tekan patine

Penyakite   ati guru       kang nambani
Penyakite badan dokter kang nangani

Kabeh       nasehate     guru    dilakoni
Marang  larangane   aja   wani-wani

Lamon sira mulyakake wong kang ngaji
Lan aweh bantuan kang regane pengaji

Marang guru lan marang santri kang ngaji
Insya      Alloh   turunane    pinter ngaji



Yen arep ngaji, wudlu  tata kramane
Kanggo bekal  kitabe       lankorasane

Wudlu iku   madhangake  ing rahine
Ilmu   iku   madhangake   ing atine

Sira kudu tata krama marang kitab
Aja nylonjorake samparan marang kitab

Aja ana  barang   sa ndhuwure kitab
Kitab tafsir ndhuwur tumpukane kitab

Nyatheti  ilmu    kang bagus tulisane
Aja lembut mundhak getun wekasane

Aja     nulisi    pinggire       korasane
Supaya   ora   mboseni pandhangane

Lan aja nulisi   nganggo tinta abang
Para Ulama kuna padha menentang

Nuli kudu asih marang wong kang mulang
Uga marang kanca lan kabeh rowang



Kudu ngrungokake ing ilmu lan hikmah
Najan ping ewon krungu siji masalah

Wong kang ba’da ping sewu ta’dzime owah
Dudu ahli ilmu, dudu ahli hikmah

Santri aja milih ilmu sa kersane
Amarga durung anapengalamane

Guru luwih ngerti ing ilmu kang akur
Karo wateke santri lan bisa ngatur

Pilihane mesthi tepat ora ngawur
Marang pikirane santri bisa ngukur

Ulama kuna kang manfa’at ilmune
Wektu ngaji padha ndherek ing gurune

Ora milih ilmu   nganggo panemune
Lan ora ngaji         ilmu sa ketemune

Ing ngarsane guru aja kepareken
Wektune          ngaji   uga ora kadohen



Supaya     atine     bisa ngagungaken
Guru lan cetha   olehe ngrungokaken

Santri kudu ninggal pakerti kang awon
Kang mungguh maknane di anggep segawon

Malaikat     ora    kersa melu manggon
ing papan kang duwe gambar lan segawon

Tingkahe     santri ora kena takabur
Kudu netepi       pakerti ingkang luhur

Banyu ora mili ing lemah kang dhuwur
Ilmu ora manggon ing ati kang takabur

BAB NEMEN-NEMENI, NETEPI LAN CITA-CITA

Sebab mempeng hasile ilmu kang luhur
Wong kang luhur tanpa mempeng ora luhur

Akeh wong rendhahan ingkang dadi luhur
Akeh wong nasabe gedhe dadi lebur




Sa liyane mempeng  telaten dadi syarat
Pantang mundur dibarengi seja kuat

Wong kang mempeng lan ngajine ora telat
Insya Alloh hasil ilmu kang manfa’at

hasile ilmu kang dadi tujuane
Iku diukur menurut kangelane

Santrine lan gurune lan wong tuane
Padha tlatene lan padha tujuane

Lakon kang adoh sebab nemen-nemeni
Dadi gampang ora angel ditekani

Dhodhog-dhodhog lawang nutup ditelateni
Suwe-suwe mbukak bisa dileboni

Paling susah wong kang duwe seja luhur
Ma’isyahe rupek sejane terbentur

Akeh wong pinter penguripane kabur
Akeh wong bodho malah uripe makmur



Wong kang sempurna akale kinalingan
Apa maneh ilmu bisa keturutan

Wong kang bisa ngrampungake tujuane
Dadi cacad yen ora tutug sejane

Sebab leren ing tengah perjalanane
Mula kudu ngaji tekan khatame

Melek wektu mbengi sira kudu tabah
Ngadhepi kangelan uga kudu tabah

Sebab wengi ana wektu mustajabah
Lan ana ing wengi temurune barokah

Golek Inten ing segara kudu njegur
Melek wengi wong kang tujuane luhur

Di barengi karo seja ingkang luhur
Keluhuran sebab melek wektu Sahur

Kula melek ndalu sampun kabiyasaan
Kawula namung murih karidloan Tuan



Hasil Ilmu kula     nyuwun pitulungan
 Mugi dumugi       katoge kaluhuran

Tanpa melek wengi murih kaluhuran
Umur siya-siya    mohal ketekanan

Mula wengi kudu dadiya tumpakan
Angan-angan Insya Alloh keturutan

Bisane melek kudu ngurangi pangan
Paribasan mangan longan turu longan

Wong kang melek wengi oleh kebungahan
Penggalihe ana ing wektune awan

Wulangane kudu dibolan-baleni
Lan di deres ingkang ajeg ditelateni

Lafadz ingkang angel kudu dimaknani
Supaya gampang olehe di ngerteni

Mumpung enom kudu dadi kesempatan
Wong iku ora enom terus-terusan



Yen wis tuwa tandang ngaji mesthi sungkan
Sebab wus ketungkul mikir kebutuhan

Nanging olehe mempeng aja pol-polan
Aja nganti gawe rekasane badan

Cukup telaten senajan alon-alonan
Ora putus ngajine ing tengah dalan

Wong ngaji kudu dhuwur cita-citane
Kepengin dadi wong kang akeh Ilmune

Sebab   ngaji   iku   ana   tujuane
Bisa mulang, ngurip-ngurip agamane

Ora asal ngaji kanggo patut-patut
Ora asal ngaji mung jalaran katut

Ora mung supaya akeh wong kang manut
Ora    supaya   akeh perawan kepencut

Pangkal    ‘Alim     iku cita-cita luhur
Dibarengi mempeng telaten kang teratur



Nganggo    cita-cita       ati     bisa mabur
Nganggo sewiwi manuk  mabure dhuwur

Raja Dzul Qornain nalikane rembugan
Arep    nguwasani  jagat   Kulon-Wetan

Musyawarah nukulake     kesimpulan
Tujuan    Akhirat aja ketinggalan

Yen sejane apal ing kabeh wulangan
Insya Alloh bakal apal rong pertigan

Selagine mempeng ora ketinggalan
Geneya  perkara liya ora keselan

Ora ngundur-ngundur lan ora sungkanan
Wong kang sungkanan ora duwe bagiyan

Sa liyane getun lan kaling-kalingan
Saka cita-cita kang dadi harapan

Akeh wirang, apes, getun sebangsane
Lan kang thukul saka sungkan jalarane



Sungkan  sebab ora eling tujuane
Ora mikir yen Ilmu agung regane 

Ilmu   iku     manfa’at  tekan akhirat
Bandha iku lebur yen dunya Qiyamat

ilmu bagiyane wong ahli akhirat
Dunya bagiyane wong tinggal akhirat

Wong duwe ilmu tetep duwe sebutan
Senajan jasade ana ing kuburan

Ahli     ilmu    urip tanpa wekasan
Senajan   seda   isih dadi goletan

Ahli Ilmu sugeng lan sedane padha
Lan    manfa’ate ilmune uga padha

Urip      tanpa ilmu karo mati padha
Ing     akhirat panggonane ora padha

Wong ahli  ilmu langgeng kaluhurane
Wong bodho yen mati ilang sebutane



Ahli ilmu tumpuk undhung kamulyaane
yen      wus   seda ora entek warisane

Ilmu iku padhang lan  dadi pitulung
Wong bodho saben dina atine bingung

Luhure ilmu kaya pucuke gunung
Bisa nyelametake ing wong kang berlindung

Wong  ahli      ilmu bakal aweh syafa’at
Marang wong kang dosa mbesuk ing akhirat

Supaya     saka     siksane     bisa oncat
Oleh ijine Alloh kang paring Rokhmat

Ilmu iku peparing ingkang mumpuni
Ilmu iku nikmat kang paling nyumponi

Peparing liya ora ana kang madhani
Sebab kabeh amal butuhdi ilmoni

yen nikmate dunya sira ketinggalan
Nanging ilmunensira ora kepotan



Cukup sira ngeremake paningalan
Sebab ilmu luwih baguse paringan

Yen ilmu-ilmu kanggo onjon-onjonan
Ilmu  Fiqih   paling duwe kautaman

Wangi-wangian Kasturi paling pilihan
Alap-alap, manuk tan ana bandhingan

Akehe    riyak marakake sungkanan
Riyak    kedadeyane saka minuman

Akehe nginum sebab akehe mangan
Mulane Santri kudu ngurangi pangan

Mangan roti garing sarta siwakan
Bisa nyuda riyak nambah kacerdasan

Ngurangi pangane dadi kesehatan
Sarta     bisa rumeksa saka larangan

Lan Siwakan uga nambahi kacerdasan
Kanggo ngelakoni Sholat lan maca Qur’an



Uga dadi nambahi Fasehe lisan
Sarta dadi nggampangake ing apalan

Dadi wirangi wong kang ngurangi pangan
Sarta bisa milihake marang liyan

Akeh banget cela, ina, lan cacadan
Kang timbul saka rosa olehe mangan

Telu nibakake Alloh ing bendune
Nomer sijine wong kang rosa mangane

Nomer lorone wong kang kumed bandhane
Nomer telu wong kang takabur atine

Wong kang rosa mangan penyakite gampang
Atine kedhul       kacerdasane ilang

Pawakane     nyengiti ajine kurang
Ngrusakake bandha ingkang pirang-pirang

Mangan kewaregen iku mbebayani
marang jasmanine uga marang rohanine



Ana     ing   akhirat      siksane nekani
Mulane   sira    aja padha ngelakoni

Kejaba mangan sahur   kanggo tujuan
Nguwatake    puasa   wulan Romadlon

Utawa     supaya    dadi        kekuwatan
Nyambut gawe kang abot terus-terusan

Supayane    bisa    sethithik    mangane
Mangannana panganan kang ana lengane

Ndhinginake      kang   luwih enak rasane
Lan aja        ngenteni   keluwen wektune



Bersambung ... di jilid 2