Jumat, 24 Februari 2012

UMAT ISLAM PECAH MENJADI 73 GOLONGAN


UMAT ISLAM PECAH MENJADI 73 GOLONGAN
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلّيٰ الله عَلَيْهِ وَسلَّمْ  : وَالذِّي نَفْسِيْ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَتَفْتَرِقُ اُمَّتِيْ عَليٰ ثَلَثٍ وَسبْعِيْنَ فِرْقَةً فَوَاحِدَةٌ فِيْ الْجَنَّةِ وَثِنْتَانِ وَسَبْعُوْنَ فِيْ النَّارِ قِيْلَ  :  مَنْ هُمْ يَارَسُوْلَ اللهِ ، قَالَ : اَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ        ( رواه الطبرَني )
Artinya : Rosululloh saw bersabda : demi Tuhan yang menguasai jiwa Muhammad, sungguh umatku nanti akan pecah menjadi 73 golongan, satu golongan masuk surga dan yang 72 golongan akan masuk neraka, seorang sahabat bertanya “ siapakah mereka yang masuk surga itu, ya Rosulalloh ? “ Rosul menjawab “ Mereka itu adalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah “ ( H. R. Imam Thobroni ).
Hadits tersebut menyatakan bahwa umat Islam akan terpecah menjadi 73 golongan. Semua akan masuk neraka kecuali satu golongan, yakni golongan yang mengikuti jejak langkah Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya ( Ahlu as-Sunnah wa al-Jama’ah ). Apakah Hadits tersebut dapat dipertanggungjawabkan ke-shahih-annya?…Memang ada banyak hadits yang menjelaskan tentang hal ini. Semuanya menggunakan redaksi yang berbeda. Diantaranya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi:
عَنْ عَبْدِاللهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ ، قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص.م. اِنَّ بَنِيْ  اِسْرَائِيْلَ تَفَرَّقَتْ عَليٰ ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ مِلَّةً وَتَفْتَرَقَتْ اُمَّتِيْ عَليٰ ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ مِلَّةً كُلُّهُمْ فِيْ النَّارِ اِلاَّ مِلَّةً وَاحِيْدَةً قَالُوْا وَمَنْ هِيَ يَا رَسُوْلَ اللهِ ؟ قَالَ مَا اَنَا عَليْهِ وَاَصْحَبِيْ  
“Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, ia berkata. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya kaum Bani Israil telah terpecah menjadi tujuh puluh dua golongan. Dan umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan. Semuanya akan masuk neraka, kecuali satu golongan”. Lalu sahabat bertanya, “Siapakah mereka itu wahai Rasulullah?” Nabi SAW menjawab, “(Golongan itu adalah orang-orang yang berpegangan pada) semua perbuatan yang telah aku lakukan, serta semua perbuatan yang dikerjakan oleh sahabat-sahabatku,” (Sunan al-Tirmidzi, 2565)
Mayoritas ulama menyatakan bahwa hadits ini dapat dijadikan pegangan, karena diriwayatkan oleh banyak sahabat Nabi Muhammad SAW. Seorang ahli Hadits, Syaikh Muhammad bin Ja’far al-Hasani al-Kattani mengatakan:
“Hadits yang menjelaskan sabda Nabi SAW tentang umatnya yang akan menjadi tujuh puluh tiga
golongan, satu di surga dan tujuh puluh dua masuk neraka, diriwayatkan dari hadits amiril mu’min ‘Ali bin Abi Thalib RA, Sa’ad bin Abi Waqqash, Ibnu ‘Umar, Abi al-Darda, muawwiyah, Ibnu ‘Abbas, Jabir, Abi Umamah, Watsilah, ‘Awf bin Malik dan Amr bin Awf al-Muzanni. Mereka semua meriwayatkan bahwa satu golongan yang akan masuk surga, yakni al-jama’ah.” (Nazh al-Mutanatsir min al-Hadits al-Mutawattir, 58. dikutip dari Syarh Aqidah al-Saffarini).
Berdasarkan beberapa pertimbangan ini, sudah selayaknya kalau kita meyakini bahwa Hadits tersebut
memang shahih, sehingga dapat dijadikan pedoman.


AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH

Jika dilihat dari segi bahasa, Ahlu as-Sunnah wa al-Jama’ah terdiri dari tiga kata :
1.       Ahlun  (اَهْلٌ ) artinya golongan, keluarga atau orang yang mempunyai atau orang yang menguasai, misalnya :
-          اَهْلُ الْبَيْتِ  Artinya : Keluarga atau kaum kerabat
-          اَهْلُ اْلاَمْرِ Artinya Orang yang mempunyai urusan atau penguasa
2.      As-Sunnah (اَلسُّنَّةِ ) artinya meliputi : perkataan, perbuatan, ketetapan.
Secara istilah yang dimaksud adalah apa yang datang dari Rosululloh saw. yang meliputi perkataan ( sabda Nabi ), perbuatan Nabi ( af’al ) dan ketetapan Nabi (taqrir).
3.      al-Jama’ah (اَلْجَمَاعَةِ ) artinya kumpulan atau kelompok.
Secara Istilah yang dimaksud Jama’ah adalah para sahabat Rosululloh saw. terutama adalah khulafa’ur rosyidin yaitu  Khalifah  : Abu Bakar as-Shidiq ra., Umar bin Khottob ra., Utsman bin ‘Affan ra., dan Ali bin Abi Tholib ra.
Arti  Ahlu as-Sunnah wal-Jama’ah ( Ahlus Sunnah wal-Jama’ah ) secara Istilah adalah :
Kaum atau golongan yang menganut/mengikuti serta mengamalkan ajaran agama Islam yang murni sesuai yang diajarkan dan diamalkan oleh Rosululloh saw dan para sahabatnya.
Menurut Muhammad bin Muhammad bin al-Husaini az-Zabidi dalam kitabnya berjudul Ithafus Sadah al-Muttaqin ( Sarah kitab Ihya Ulumiddin karya Imam Ghozali ) mengatakan : Yang dikatakan  Ahlu as-Sunnah wal-Jama’ah ( Ahlus Sunnah wal-Jama’ah ) adalah :

اِذَا اُطْلِقَ اَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ فَالْمُرَادُ بِهِ اَلاَشَاعِرَةُ وَالْمَاتُرِدِيَّةُ
Artinya adalah : Apabila di sebut Ahlu as-Sunnah wal-Jama’ah ( Ahlus Sunnah wal-Jama’ah ) maka maksudnya adalah orang-orang yang mengikuti paham Imam Al-Asy’ari dan Imam al-Maturidi.
Sumber : Fiqih Tradisionalis , K. H. Muhyiddin Abdusshomad




21 komentar:

  1. Setuju jika yang masuk Syurga yang mengamalkan ajaran Islam yang murni...bagaimana dengan yang mewarisi ajaran Hindu misalnya 1-7,40,100,1000 mendak pisan,pindo...tingkepan dll ? itu kan sudah mencampur aduk Islam yang murni dan Hindu..padahal Alloh melarang mencampur adukkan antara yang Haq dng yang Bathil..?terima kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bismillah Ar-rahmaan Ar-rahiim.
      Hukum selamatan hari ke-3, 7, 40, 100, setahun, dan 1000 hari diperbolehkan dalam syari’at Islam. Keterangan diambil dari kitab “Al-Hawi lil Fatawi” karya Imam Jalaluddin Abdurrahman As-Suyuthi jilid 2 halaman 178 sebagai berikut:
      قال الامام أحمد بن حنبل رضي الله عنه فى كتاب الزهد له : حدثنا هاشم بن القاسم قال: حدثنا الأشجعى عن سفيان قال
      قال طاوس: ان الموتى يفتنون فى قبورهم سبعا فكانوا يستحبون أن يطعموا عنهم تلك الأيام , قال الحافظ أبو نعيم فى الجنة: حدثنا أبو بكر بن مالك حدثنا عبد الله بن أحمد بن حنبل حدثنا أبى حدثنا هاشم بن القاسم حدثنا الأشجعى عن سفيان قال: قال طاوس: ان الموتى يفتنون فى قبورهم سبعا فكانوا يستحبون أن يطعموا عنهم تلك الأيام
      Artinya:
      “Telah berkata Imam Ahmad bin Hanbal radhiyallaah ‘anhu di dalam kitabnya yang menerangkan tentang kitab zuhud: Telah menceritakan kepadaku Hasyim bin Qasim sambil berkata: Telah menceritakan kepadaku al-Asyja’i dari Sufyan sambil berkata: Telah berkata Imam Thawus (ulama besar zaman Tabi’in, wafat kira-kira tahun 110 H / 729 M): Sesungguhnya orang-orang yang meninggal akan mendapat ujian dari Allah dalam kuburan mereka selama 7 hari. Maka, disunnahkan bagi mereka yang masih hidup mengadakan jamuan makan (sedekah) untuk orang-orang yang sudah meninggal selama hari-hari tersebut.
      Telah berkata al-Hafiz Abu Nu’aim di dalam kitab Al-Jannah: Telah menceritakan kepadaku Abu Bakar bin Malik, telah menceritakan kepadaku Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, telah menceritakan kepadaku Ubay, telah menceritakan kepadaku Hasyim bin al-Qasim, telah menceritakan kepadaku al-Asyja’i dari Sufyan sambil berkata: Telah berkata Imam Thawus: Sesungguhnya orang-orang yang meninggal akan mendapat ujian dari Allah dalam kuburan mereka selama 7 hari. Maka, disunnahkan bagi mereka yang masih hidup mengadakan jamuan makan (sedekah) untuk orang-orang yang sudah meninggal selama hari-hari tersebut.”
      Selain itu, di dalam kitab yang sama jilid 2 halaman 194 diterangkan sebagai berikut:
      ان سنة الاطعام سبعة أيام بلغنى أنهامستمر الى الأن بمكة و المدينة فالظاهر أنها لم تترك من عهد الصحابة الى الأن و انهم أخذوها خلفا عن سلف الى الصدر الأول
      Artinya:
      “Sesungguhnya, kesunnahan memberikan sedekah makanan selama tujuh hari merupakan perbuatan yang tetap berlaku sampai sekarang (yaitu masa Imam Suyuthi abad ke-9 H) di Mekkah dan Madinah. Yang jelas kebiasaan tersebut tidak pernah ditinggalkan sejak masa sahabat sampai sekarang, dan tradisi tersebut diambil dari ulama salaf sejak generasi pertama, yaitu sahabat.”
      Jadi, kesimpulannya amalan-amalan yang umum dilakukan oleh masyarakat muslim tradisional di Indonesia tersebut sudah ada landasannya dari kalangan salaf ash-sholih. Dan bukan bid’ah madzmuumah/dholaalah.

      Hapus
    2. Dasarnya kok bukan sabda nabi? itukan hanya perkataan orang.
      Jadi tentu saja tidak bisa menjadi pedoman dan hujjah.

      Hapus
  2. Pada zaman Rasulullah, setiap ada peramsalahan (silang pendapat)di kalangan masyarakt, langsung diluruskan melalu oanduan Rasulullah yang selalu berpegang kepada wahyu (Alquran). Zaman sekarang terbalik, ketika sesuatu tidak ada contoh dari Rasulullah ataupun panduan Alquran, maka kembalilah mereka kepada pendapat ulama mereka. Tau ah ....gelap.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jaman dulu karena Rosululloh Saw masih hidup , tentu saja langsung ke Rosululloh Saw. dan sekarang sebenarnya tetap berpegang pada Al-Qur'an dan karena Rosululloh Saw. sudah wafat tentunya berpegang pada Hadits Nabi Muhammad Saw. Setelah Rosul Saw wafat maka perjuangannya dilanjutkan oleh Para Sahabat, setelah Para Sahabat Wafat, maka di lanjutkan oleh tabi'in, setelah tabi'in wafat semua, dilanjutkan oleh tabi'it tabi'in, setelah wafat dilanjutkan oleh tabi'it tabi'ihim, setelah tabi'it tabi'ihim wafat dilanjutkan oleh Ulama salaf, kemudian ulama kholaf, sekarang Ulama. Sedang Al-Ulama karena sebagai Pewaris Nabi yang meneruskan perjuangan Rosululloh Saw. tentu ulama lah sebagai rujukan untuk dijadikan tempat bertanya, dijadikan sebagai pemimpin dll. sebagai pengganti Rosululloh Saw. Wallou a'lam

      Hapus
  3. jika pelaku solawatan / tahlilan / yasinan / maulidan tidak masuk dalam 1 golongan yg selamat, maka +90% lebih umat muslim masuk neraka. sisanya kurang dari 10% di bagi dalam 72 golongan. dari 72 golongan hanya 1 yg selamat. kira2 berapa orang yg akan masuk surga? apakah rasulullah saw orang yg gagal menjalankan perintah allah?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kata siapa orang yang solawatan / tahlilan / yasinan / maulidan tidak masuk dalam 1 golongan yg selamat ? bahkan Rosululloh Saw sebenarnya juga menyuruh umatnya untuk melaksanakan solawatan / tahlilan / yasinan / maulidan.

      Hapus
    2. Gorip.Jangan sembarangan menyimpulkan sesuatu tanpa hadist yg jelas,tahlilan/yasiinan/sholawat nabi itu ga dilarang,ga ada hadist yg secara terang2an melarang tahlilan/sholawat/yasiinan.

      Hapus
  4. salut saya kpd mas Mohamad makmun,S. Ag..penjelasanya boleh jaga tu..maju terus..

    BalasHapus
  5. ko terbalik yah???

    Tatkala datang kabar tentang meninggalnya Ja'far radhiallahu 'anhu maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berkata :

    اِصْنَعُوا لِآلِ جَعْفَرَ طَعَامًا فَإِنَّهُ قَدْ أَتَاهُمْ مَا يُشْغِلُهُمْ

    "Buatlah makanan untuk keluarga Ja'far, karena sesungguhnya telah datang kepada mereka perkara yang menyibukan mereka" (HR Abu Dawud no 3132

    Al-Imam Asy-Syafi'I rahimahullah berkata :

    وَأُحِبُّ لِجِيرَانِ الْمَيِّتِ أو ذِي قَرَابَتِهِ أَنْ يَعْمَلُوا لِأَهْلِ الْمَيِّتِ في يَوْمِ يَمُوتُ وَلَيْلَتِهِ طَعَامًا يُشْبِعُهُمْ فإن ذلك سُنَّةٌ وَذِكْرٌ كَرِيمٌ وهو من فِعْلِ أَهْلِ الْخَيْرِ قَبْلَنَا وَبَعْدَنَا لِأَنَّهُ لَمَّا جاء نَعْيُ جَعْفَرٍ قال رسول اللَّهِ صلى اللَّهُ عليه وسلم اجْعَلُوا لِآلِ جَعْفَرٍ طَعَامًا فإنه قد جَاءَهُمْ أَمْرٌ يَشْغَلُهُمْ

    "Dan aku menyukai jika para tetangga mayat atau para kerabatnya untuk membuat makanan bagi keluarga mayat yang mengenyangkan mereka pada siang dan malam hari kematian sang mayat. Karena hal ini adalah sunnah dan bentuk kebaikan, dan ini merupakan perbuatan orang-orang baik sebelum kami dan sesudah kami, karena tatkala datang kabar tentang kematian Ja'far maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Buatkanlah makanan untuk keluarga Ja'afar, karena telah datang kepada mereka perkara yang menyibukkan mereka" (Kitab Al-Umm 1/278)

    BalasHapus
  6. Banyak hukum-hukum madzhab Syafi'i yang menunjukkan akan makruhnya/bid'ahnya acara tahlilan. Daintaranya :

    PERTAMA : Pendapat madzhab Syafi'i yang mu'tamad (yang menjadi patokan) adalah dimakruhkan berta'ziah ke keluarga mayit setelah tiga hari kematian mayit. Tentunya hal ini jelas bertentangan dengan acara tahlilan yang dilakukan berulang-ulang pada hari ke-7, ke-40, ke-100, dan bahkan ke-1000

    Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata :

    "Para sahabat kami (para fuqohaa madzhab syafi'i) mengatakan : "Dan makruh ta'ziyah (melayat) setelah tiga hari. Karena tujuan dari ta'ziah adalah untuk menenangkan hati orang yang terkena musibah, dan yang dominan hati sudah tenang setelah tiga hari, maka jangan diperbarui lagi kesedihannya. Dan inilah pendapat yang benar yang ma'ruf…." (Al-Majmuu' Syarh Al-Muhadzdzab 5/277)

    Setalah itu al-Imam An-Nawawi menyebutkan pendapat lain dalam madzhab syafi'i yaitu pendapat Imam Al-Haromain yang membolehkan ta'ziah setelah lewat tiga hari dengan tujuan mendoakan mayat. Akan tetapi pendapat ini diingkari oleh para fuqohaa madzhab syafi'i.

    Al-Imam An-Nawawi berkata :

    "Dan Imam al-Haromain menghikayatkan –satu pendapat dalam madzhab syafi'i- bahwasanya tidak ada batasan hari dalam berta'ziah, bahkan boleh berta'ziah setelah tiga hari dan meskipun telah lama waktu, karena tujuannya adalah untuk berdoa, untuk kuat dalam bersabar, dan larangan untuk berkeluh kesah. Dan hal-hal ini bisa terjadi setelah waktu yang lama. Pendapat ini dipilih (dipastikan) oleh Abul 'Abbaas bin Al-Qoosh dalam kitab "At-Talkhiis".

    Al-Qoffaal (dalam syarahnya) dan para ahli fikih madzhab syafi'i yang lainnya mengingkarinya. Dan pendapat madzhab syafi'i adalah adanya ta'ziah akan tetapi tidak ada ta'ziah setelah tiga hari. Dan ini adalah pendapat yang dipastikan oleh mayoritas ulama.

    Al-Mutawalli dan yang lainnya berkata, "Kecuali jika salah seorang tidak hadir, dan hadir setelah tiga hari maka ia boleh berta'ziah"

    (Al-Majmuu' Syarh Al-Muhadzdzab 5/277-278)

    Lihatlah dalam perkataan al-Imam An-Nawawi di atas menunjukkan bahwasanya dalih untuk mendoakan sang mayat tidak bisa dijadikan sebagai argument untuk membolehkan acara tahlilan !!!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mhon mf utk smua.
      Inti dr tahlilan adalah untk mendoakan orang yg sdh meninggal.
      Dn kami rasa tidak ada salahnya kita mendoakan ssama muslim, baik yg msih hidup maupun yg sudah mati.
      Jd knapa hrs d permasalahkan......

      Hapus
  7. Kalo sdh jelas2 itu perkara baik,knp kita hrus sibuk mncari dalil yg melarang. Dlm acara tahlilan itu, masyarakat di mintai tlg utk hadir k rumah kluarga yg meninggal. Trus dsna kita baca kalimah thayibah. Kita memuji Allah,mensucikan Allah,mengagungkan Allah,mengagung Kanjeng Rasul.....
    Trus salahnya dimana,,,?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yg kita takutkan sebenarnya amalan yg tdk ada tuntunannya malah menjadi bid'ah oleh karena itu perlu kita cari dalil atau dasar dr pelaksanaan amalan tsb..

      Hapus
  8. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  9. Utk Bpk. Makmun, lanjutkan amar makrufnya......
    Smoga Allah snantiasa meridhoi amal baik kita semua.....
    Amiin.....

    BalasHapus
  10. Utk Bpk. Makmun, lanjutkan amar makrufnya......
    Smoga Allah snantiasa meridhoi amal baik kita semua.....
    Amiin.....

    BalasHapus
  11. Assalamualaikum ust..
    Sya bingung makna 73 golongan itu benar2 73 apa menunjukkna banyaknya golongan. .makasih

    BalasHapus
  12. Ibadah bukan hanya ruku dan sujud saja, menyemblih, menghukum, memberi,menolong namun jika mengada ada atau menandingi,tidak di contohkan Rosulullah saw maka itu dholalah kesesatan

    BalasHapus
  13. Setelah baca2 komen, tentunya memang alquran dan assunah memang dasar utama, tapi adakalanya juga kita mengutip atsar para sahabat ataupun salafushalih ygbisa kita pastikan kemurnian ajaran mereka + mereka kan sebaik2 generasi, jadi tidak salah klo kita mengutip perkataan mereka, bahkan harusnya kita kembali ke pemahaman mereka karna mrekalah sebaik2 pemahaman.
    Kunjungi juga ya https://almaniqu.blogspot.com

    BalasHapus